LANDASAN LOCKDOWN DAN ADZAN TAK LAZIM
LANDASAN LOCKDOWN DAN ADZAN TAK LAZIM
(Edisi Kedua, Kajian Shalat Berjama’ah di Rumah Agar Tidak Terkena Virus Covid19)
By: Moh Makmun
Melanjutkan kajian sebelumnya, kali ini kita berbicara kapankah adzan dengan lafadz الصَّلَاةُ فِي الرِّحَالِ (shalatlah di rumah kalian) atau dengan lafad صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ (shalatlah kalian di rumah kalian) boleh dilaksanakan dan siapa yang berhak untuk menetapkan bahwa muadzin boleh adzan seperti itu?
Terkait kapan diperbolehkan muadzin adzan dengan lafad tersebut di atas, maka juga harus ditelaah juga terkait implikasi dari adanya adzan seperti itu, yakni tidak adanya shalat berjamaah di masjid.
Pada masa Rasulullah dan sahabat, umat Islam diperbolehkan untuk tidak shalat jamaah di masjid jika sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk shalat jamaah sebab adanya masyaqah (kesulitan/kepayahan) seperti hujan deras disertai angin dengan jalanan berlumpur. Namun demikian, untuk era saat ini hal tersebut kurang begitu tepat. Sebab sudah ada kendaraan roda empat atau lebih yang menghindarkan dari hujan dan jalan berlumpur, sehingga seseorang sampai di masjid dalam keadaan tidak basah, tidak berlumpur kaki dan pakaiannya dan tentunya masjidnya tidak menjadi kotor. Untuk itu, bagi yang tidak ada masyaqah seperti itu, maka tetap berjamaah di masjid.
Adapun alasan yang tepat adalah adanya kesulitan (masyaqah) di era sekarang ini adalah pada saat adanya wabah penyakit menular, di mana penularan penyakit tersebut akibat interaksi dengan banyak orang. Penyakit menular tersebut bukan penyakit biasa, melainkan penyakit menular yang bisa dengan mudah dan cepatnya merenggut nyawa seseorang. Sebagai contoh terkini adalah virus Covid19 (virus corona).
Rasulullah Saw., pernah memberikan peringatan ketika adanya musibah penyakit yang melanda suatu daerah, yaitu:
أخرج البخاري في صحيح البخاري باب كتاب الطيب 5287: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي حَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ يُحَدِّثُ سَعْدًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا فَقُلْتُ أَنْتَ سَمِعْتَهُ يُحَدِّثُ سَعْدًا وَلَا يُنْكِرُهُ قَالَ نَعَمْ
Dari Nabi Muhammad Saw., sesungguhnya beliau bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu daerah, maka janganlah memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian, maka kalian jangan keluar dari daerah tersebut.”
Seruan Nabi Muhammad Saw., tersebut ternyata menjadi dasar dari konsep kontemporer yang disebut dengan lockdown. Lockdown sendiri artinya mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Tujuannya adalah untuk menghindari dan mencegah penyebaran penyakit menular, sehingga semua aktifitas dan fasilitas publik harus ditutup.
Dengan demikian, adzan dengan tambahan lafad shalatlah dirumah kalian bukan berarti menghalangi shalat berjamaah di masjid, melainkan sebagai upaya preventif penyebaran wabah penyakit. Sebab salah satu dari 5 hal yang harus dijaga oleh setiap orang adalah hifdz al-Nafs (Menjaga Jiwa).
Selain berpijak pada hadis-hadis yang sudah disebutkan, upaya preventif lockdown juga berpijak pada kaidah Asasi (al-Qawaid al-Asasiyah) yang berbunyi: جلب المصالح ودرء المفاسد (Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kemafsadatan).
Dari kaidah tersebut, akhirnya muncul kaidah turunannya, yaitu: إذا تعارض المصلحة والمفسدة روعي أرجحهما “Apabila terjadi perlawanan antara maslahah dan mafsadah, maka harus diperhatikan mana yang lebih rajah (kuat) di antara keduanya”. دفع الضرر أولى من جلب النفع “Menolak kemudaratan lebih utama daripada meraih kemafsadatan”
Atau kaidah yang hampir sama maknanya: دفع المفاسد مقدم على جلب المصالح “Menolak kemafsadatan didahulukan daripada meraih kemaslahatan” dan juga رفع المضار مقدم على جلب المنافع “Menolak bahaya didahulukan daripada mengambil manfaat”
Beberapa ulama seperti al-Ghazali, al-Shatibi, Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khallaf memberikan syarat kemaslahatan. Pertama, kemaslahatan harus sesuai dengan maqasid al-shari‘ah, semangat ajaran, dalil-dalil kulliy dan dalil qat’iy baik wurud maupun dalalahnya. Kedua, kemaslahatan harus meyakinkan, artinya kemaslahatan berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat sehingga tidak meragukan bahwa itu bisa mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat. Ketiga, kemaslahatan membawa kemudahan dan bukan mendatangkan kesulitan yang di luar batas. Keempat, kemaslahatan memberi manfaat kepada sebagian besar masyarakat bukan kepada sebagian kecil masyarakat.
Berdasarkan dasar-dasar tersebut, demi menjaga jiwa, maka diperbolehkan mengumandangkan adzan dengan tambahan redaksi seperti di edisi pertama. Kebolehan tersebut tidak serta merta boleh, melainkan harus berdasarkan kajian mendalam dari para ahli kesehatan. Pemimpin memanggil semua ahli kesehatan yang berkompeten terhadap wabah penyakit tersebut dan juga memanggil para ulama.
Ahli kesehatan diminta pandangannya terkait madharat wabah penyakit dan penularannya, sedangkan ulama dimintai pendapat tentang dasar hukumnya dan mengukut tingkat maslahah dan mafsadatnya. Jika kesimpulannya adalah sudah urgent dan harus dilaksanakan lockdown, maka pemimpin harus bertindak cepat mengumumkan status darurat penyakit dan masyarakat harus mendukung kebijakan tersebut. Dan tentunya yang berkaitan dengan adzan yang ada tambahannya, maka hal tersebut atas dasar kebijakan pemimpin bukan sekehendak takmir atau tokoh agama yang tanpa pertimbangan yang matang.
Kebijakan tersebut disesuaikan dengan wilayah. Artinya tidak semua tempat bisa melakukan hal tersebut, melainkan hanya daerah yang terjangkit wabah penyakit tersebut. Kebijakan tersebut akan umumkan dicabut jika keadaan sudah kembali normal dan wabah penyakit sudah bisa di atasi.
Perlu diketahui, bahwa Allah tidak menetapkan hukum kecuali untuk kemashlahatan umat, baik di dunia maupun di akhirat, yaitu dengan cara menarik kemanfaatan, mencegah kerusakan dan membersihkan dunia dari kejahatan atau dosa.
Shari‘ah merupakan prinsip yang berpijak pada hikmah dan kemaslahatan manusia. Hikmah dan kemaslahan harus terwujud di tengah kehidupan manusia. Shari‘ah merupakan keadilan, kedamaian, hikmah dan kemaslahatan. Untuk itu, setiap permasalahan atau aturan hukum yang keluar atau bertentangan dari prinsip keadilan, tidak dapat menghadirkan kedamaian dan tidak mampu mewujudkan kemaslahatan, maka aturan tersebut bukanlah termasuk shari‘ah meskipun prosedur ijtihadnya melakukan ta’wil ataupun intrepretasi yang benar.
Pada dasarnya, kehadiran shari‘ah di tengah manusia bukan hal yang sia-sia, karena Allah tidak akan memerintahkan atau melarang sesuatu kecuali untuk kemaslahatan manusia. Apabila ada sebuah produk hukum yang di dalamnya tidak ada kemaslahatan, maka dapat dipastikan hukum tersebut bukan diturunkan dari Allah.
Seluruh tujuan shari‘ah yang dikehendaki oleh al-shari‘ diarahkan untuk kepentingan manusia: keadilan, rahmat dan kemaslahatan mereka, sehingga shari‘ah tidak hanya sekedar kaidah, aturan dan hukum-hukum. Tetapi shari‘ah merupakan spirit yang berkelanjutan dalam menciptakan aturan-aturan baru, melakukan pembaharuan-pembaharuan dan interpretasi-interpretasi modern.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=783241755532596&id=100015403357477
(Edisi Kedua, Kajian Shalat Berjama’ah di Rumah Agar Tidak Terkena Virus Covid19)
By: Moh Makmun
Melanjutkan kajian sebelumnya, kali ini kita berbicara kapankah adzan dengan lafadz الصَّلَاةُ فِي الرِّحَالِ (shalatlah di rumah kalian) atau dengan lafad صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ (shalatlah kalian di rumah kalian) boleh dilaksanakan dan siapa yang berhak untuk menetapkan bahwa muadzin boleh adzan seperti itu?
Terkait kapan diperbolehkan muadzin adzan dengan lafad tersebut di atas, maka juga harus ditelaah juga terkait implikasi dari adanya adzan seperti itu, yakni tidak adanya shalat berjamaah di masjid.
Pada masa Rasulullah dan sahabat, umat Islam diperbolehkan untuk tidak shalat jamaah di masjid jika sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk shalat jamaah sebab adanya masyaqah (kesulitan/kepayahan) seperti hujan deras disertai angin dengan jalanan berlumpur. Namun demikian, untuk era saat ini hal tersebut kurang begitu tepat. Sebab sudah ada kendaraan roda empat atau lebih yang menghindarkan dari hujan dan jalan berlumpur, sehingga seseorang sampai di masjid dalam keadaan tidak basah, tidak berlumpur kaki dan pakaiannya dan tentunya masjidnya tidak menjadi kotor. Untuk itu, bagi yang tidak ada masyaqah seperti itu, maka tetap berjamaah di masjid.
Adapun alasan yang tepat adalah adanya kesulitan (masyaqah) di era sekarang ini adalah pada saat adanya wabah penyakit menular, di mana penularan penyakit tersebut akibat interaksi dengan banyak orang. Penyakit menular tersebut bukan penyakit biasa, melainkan penyakit menular yang bisa dengan mudah dan cepatnya merenggut nyawa seseorang. Sebagai contoh terkini adalah virus Covid19 (virus corona).
Rasulullah Saw., pernah memberikan peringatan ketika adanya musibah penyakit yang melanda suatu daerah, yaitu:
أخرج البخاري في صحيح البخاري باب كتاب الطيب 5287: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي حَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ يُحَدِّثُ سَعْدًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا فَقُلْتُ أَنْتَ سَمِعْتَهُ يُحَدِّثُ سَعْدًا وَلَا يُنْكِرُهُ قَالَ نَعَمْ
Dari Nabi Muhammad Saw., sesungguhnya beliau bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu daerah, maka janganlah memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian, maka kalian jangan keluar dari daerah tersebut.”
Seruan Nabi Muhammad Saw., tersebut ternyata menjadi dasar dari konsep kontemporer yang disebut dengan lockdown. Lockdown sendiri artinya mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Tujuannya adalah untuk menghindari dan mencegah penyebaran penyakit menular, sehingga semua aktifitas dan fasilitas publik harus ditutup.
Dengan demikian, adzan dengan tambahan lafad shalatlah dirumah kalian bukan berarti menghalangi shalat berjamaah di masjid, melainkan sebagai upaya preventif penyebaran wabah penyakit. Sebab salah satu dari 5 hal yang harus dijaga oleh setiap orang adalah hifdz al-Nafs (Menjaga Jiwa).
Selain berpijak pada hadis-hadis yang sudah disebutkan, upaya preventif lockdown juga berpijak pada kaidah Asasi (al-Qawaid al-Asasiyah) yang berbunyi: جلب المصالح ودرء المفاسد (Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kemafsadatan).
Dari kaidah tersebut, akhirnya muncul kaidah turunannya, yaitu: إذا تعارض المصلحة والمفسدة روعي أرجحهما “Apabila terjadi perlawanan antara maslahah dan mafsadah, maka harus diperhatikan mana yang lebih rajah (kuat) di antara keduanya”. دفع الضرر أولى من جلب النفع “Menolak kemudaratan lebih utama daripada meraih kemafsadatan”
Atau kaidah yang hampir sama maknanya: دفع المفاسد مقدم على جلب المصالح “Menolak kemafsadatan didahulukan daripada meraih kemaslahatan” dan juga رفع المضار مقدم على جلب المنافع “Menolak bahaya didahulukan daripada mengambil manfaat”
Beberapa ulama seperti al-Ghazali, al-Shatibi, Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khallaf memberikan syarat kemaslahatan. Pertama, kemaslahatan harus sesuai dengan maqasid al-shari‘ah, semangat ajaran, dalil-dalil kulliy dan dalil qat’iy baik wurud maupun dalalahnya. Kedua, kemaslahatan harus meyakinkan, artinya kemaslahatan berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat sehingga tidak meragukan bahwa itu bisa mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat. Ketiga, kemaslahatan membawa kemudahan dan bukan mendatangkan kesulitan yang di luar batas. Keempat, kemaslahatan memberi manfaat kepada sebagian besar masyarakat bukan kepada sebagian kecil masyarakat.
Berdasarkan dasar-dasar tersebut, demi menjaga jiwa, maka diperbolehkan mengumandangkan adzan dengan tambahan redaksi seperti di edisi pertama. Kebolehan tersebut tidak serta merta boleh, melainkan harus berdasarkan kajian mendalam dari para ahli kesehatan. Pemimpin memanggil semua ahli kesehatan yang berkompeten terhadap wabah penyakit tersebut dan juga memanggil para ulama.
Ahli kesehatan diminta pandangannya terkait madharat wabah penyakit dan penularannya, sedangkan ulama dimintai pendapat tentang dasar hukumnya dan mengukut tingkat maslahah dan mafsadatnya. Jika kesimpulannya adalah sudah urgent dan harus dilaksanakan lockdown, maka pemimpin harus bertindak cepat mengumumkan status darurat penyakit dan masyarakat harus mendukung kebijakan tersebut. Dan tentunya yang berkaitan dengan adzan yang ada tambahannya, maka hal tersebut atas dasar kebijakan pemimpin bukan sekehendak takmir atau tokoh agama yang tanpa pertimbangan yang matang.
Kebijakan tersebut disesuaikan dengan wilayah. Artinya tidak semua tempat bisa melakukan hal tersebut, melainkan hanya daerah yang terjangkit wabah penyakit tersebut. Kebijakan tersebut akan umumkan dicabut jika keadaan sudah kembali normal dan wabah penyakit sudah bisa di atasi.
Perlu diketahui, bahwa Allah tidak menetapkan hukum kecuali untuk kemashlahatan umat, baik di dunia maupun di akhirat, yaitu dengan cara menarik kemanfaatan, mencegah kerusakan dan membersihkan dunia dari kejahatan atau dosa.
Shari‘ah merupakan prinsip yang berpijak pada hikmah dan kemaslahatan manusia. Hikmah dan kemaslahan harus terwujud di tengah kehidupan manusia. Shari‘ah merupakan keadilan, kedamaian, hikmah dan kemaslahatan. Untuk itu, setiap permasalahan atau aturan hukum yang keluar atau bertentangan dari prinsip keadilan, tidak dapat menghadirkan kedamaian dan tidak mampu mewujudkan kemaslahatan, maka aturan tersebut bukanlah termasuk shari‘ah meskipun prosedur ijtihadnya melakukan ta’wil ataupun intrepretasi yang benar.
Pada dasarnya, kehadiran shari‘ah di tengah manusia bukan hal yang sia-sia, karena Allah tidak akan memerintahkan atau melarang sesuatu kecuali untuk kemaslahatan manusia. Apabila ada sebuah produk hukum yang di dalamnya tidak ada kemaslahatan, maka dapat dipastikan hukum tersebut bukan diturunkan dari Allah.
Seluruh tujuan shari‘ah yang dikehendaki oleh al-shari‘ diarahkan untuk kepentingan manusia: keadilan, rahmat dan kemaslahatan mereka, sehingga shari‘ah tidak hanya sekedar kaidah, aturan dan hukum-hukum. Tetapi shari‘ah merupakan spirit yang berkelanjutan dalam menciptakan aturan-aturan baru, melakukan pembaharuan-pembaharuan dan interpretasi-interpretasi modern.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=783241755532596&id=100015403357477
LANDASAN LOCKDOWN DAN ADZAN TAK LAZIM
Reviewed by Blog Zone
on
16.56
Rating:

Post a Comment